Blog

MANAJEMEN PENDIDIKAN ANTIKORUPSI

Judul
MANAJEMEN PENDIDIKAN ANTIKORUPSI
(Wacana Kritis atas Etika Kekuasaan dan Budaya Mematuhi Melalui Pendidikan)

Penulis 
H. Masduki Duryat
H. Jamali Sahrodi

Institusi 
STIT/STKIP al-Amin Indramayu

Kategori
Buku Ajar

Bidang Ilmu

ISBN
978-602-6570-13-0

Ukuran
15,5 x 23 cm

Halaman
xvi + 212 hlm

Tahun Terbit
Desember 2016

Sinopsis buku

Sekarang ini, kasus korupsi tidak pernah henti difragmentasikan oleh para pengusaha, praktisi hukum dan politisi kita di negeri ini, seperti diberitakan teranyar yang dilakukan oleh salah satu politisi partai besar, dan notabene-nya adalah anggota legislatif yang terhormat. Menyusul kasus-kasus korupsi sebelumnya, baik masalah bantuan sosial, dan anggaran lainnya—seperti kasus yang menimpa Bupati Subang, Gubernur Sumatera Utara, hakim, panitera dan lainnya. Hal ini semakin menegasikan bahwa korupsi sejatinya bukan masalah kesejahteraan yang diterima—terutama oleh para birokrat—tetapi lebih pada persoalan mental, karena korupsi tidak disebabkan oleh sebab tunggal dan yang lebih essensial tentu karena sistem yang berlaku di negeri ini. Misalnya sistem hukum, politik, administrasi kepegawaian, sosial, pengawasan dan lainnya.
Azyumardi Azra secara tegas mengatakan; agama apapun—khususnya Islam—mengutuk keras tindakan korupsi dalam bentuk apapun. Kata-kata Nabi ‗la‟natullahi „ala al-raasyi wa al-murtasyi‘ (laknat Allah terhadap orang yang memberi suap dan yang menerima suap) adalah meniscayakan ketegasan itu. Term ‗al-raasyi‘ berasal dari kata dasar ‗risywah‘ yang dalam kamus bahasa Arab modern tidak hanya bermakna ‗penyuapan‘ (bribery) tetapi juga korupsi dan ketidakjujuran (dishonesty).
Dalam konteks ajaran Islam yang lebih luas, korupsi adalah tindakan yang bertentangan dengan prinsip keadilan (al-„adalah), akuntabilitas (al-amanah), dan tanggung jawab. Korupsi dengan segala dampak negatifnya yang menimbulkan berbagai distorsi terhadap kehidupan negara dan masyarakat dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang diharamkan dan termasuk dosa besar—bahkan secara hukum Islam bisa dimasukkan dalam jenis khiyanah (berhianat). Risywah terus terjadi tanpa mengenal henti. Ia mengakar, menjamur, bahkan selalu menabur benih baru korupsi dan semakin memberi impresi tentang parahnya fenomena risywah di negara kita, seakan mementahkan komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi, suap, sogok dan sebangsanya. Berdirinya KPK dan lembaga antikorupsi lainnya—dengan berbagai prestasi pengungkapan kasus korupsi—juga tidak memberikan efek jera kepada para pelakunya.

Write a comment